Sebagai guru sekolah dasar dengan pengalaman satu dekade dalam pembelajaran berbasis proyek (PBL)—dan enam tahun yang didedikasikan khusus untuk merancang unit PBL untuk siswa kelas satu dan dua—saya telah melihat secara langsung bagaimana proyek yang menarik dapat memperdalam pemahaman siswa muda.
Proyek seperti “Bagaimana jika tidak ada lebah?” membantu siswa memahami pentingnya spesies kunci dan mengeksplorasi cara untuk melindungi penyerbuk lokal di komunitas kita. Proyek lain, “Bagaimana kita dapat terus menceritakan kisah salmon?” memperkenalkan siswa pada cerita Pribumi, menghubungkan lingkungan lokal kita dengan tradisi budaya dan advokasi untuk konservasi salmon.
Melalui pengalaman ini, saya belajar bahwa keberhasilan PBL dengan anak-anak kecil bergantung pada keseimbangan antara struktur dan pilihan. Terlalu banyak kebebasan dapat membebani siswa yang lebih muda, sementara terlalu banyak struktur dapat membatasi kreativitas dan keterlibatan mereka.
1. Mulailah dengan Template Proyek yang Andal
Bagi pelajar muda, templat proyek yang andal akan memberi mereka dan Anda landasan yang kuat. Saya sarankan untuk mencari templat yang telah berhasil di kelas lain, seperti yang tersedia di PBLWorks.
Setelah Anda terbiasa dengan proyek tersebut, Anda dapat mengadaptasinya agar lebih memenuhi kebutuhan siswa di kelas Anda dan/atau akhirnya mengembangkan templat proyek Anda sendiri. Berikut ini beberapa contoh yang direkomendasikan:
2. Ajarkan Keterampilan Pembelajaran Sosial dan Emosional (SEL) Secara Langsung
Merencanakan PBL untuk anak-anak berarti secara sengaja memasukkan pelajaran yang menggabungkan keterampilan SEL yang mereka perlukan untuk menyelesaikan proyek dengan sukses. Ajarkan keterampilan ini langsung di awal setiap proyek.
- Brainstorming: Cara menghasilkan dan berbagi ide.
- Penelitian: Cara menemukan informasi dan membuat catatan sederhana.
- Perencanaan proyek: Cara membagi tugas menjadi langkah-langkah yang dapat dikelola dan mengidentifikasi bahan yang diperlukan.
- Penilaian diri: Cara menggunakan rubrik untuk meninjau pekerjaan mereka.
Jika sekolah Anda memiliki kurikulum SEL, gunakan kurikulum tersebut sebagai sumber daya, atau pertimbangkan program seperti Kelas Responsif. Saat menetapkan ekspektasi, nyatakan dengan jelas dan positif—misalnya, “Kita bergantian saat berbagi ide.” Perkuat keterampilan ini dengan pemodelan interaktif dan permainan peran , dan pasang bagan jangkar di kelas Anda untuk memperkuat tujuan SEL di samping konten PBL.
3. Rencanakan Pengelompokan Siswa dengan Hati-hati
Kerja kelompok merupakan landasan PBL, membangun keterampilan kolaborasi yang penting bagi kehidupan. Perkenalkan kerja kelompok secara bertahap. Di awal tahun, saya menugaskan dan memfasilitasi kegiatan dengan mitra belajar yang sama sepanjang hari. Secara bertahap, saya menugaskan mitra yang berbeda untuk tugas akademis yang berbeda. Akhirnya, kami siap untuk memperkenalkan kerja kelompok kecil.
Untuk proyek PBL, saya dengan hati-hati membentuk kelompok yang terdiri dari tiga hingga empat siswa, dengan memadukan kemampuan akademis dan kekuatan SEL. Pendekatan ini memungkinkan siswa belajar dari satu sama lain dan mempraktikkan keterampilan SEL dalam suasana yang seimbang.
Di kelas saya, proyek akhir diselesaikan dalam kelompok yang terdiri dari tiga hingga empat orang, memberikan siswa kesempatan untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi yang penting.
- Diskusi kelompok: Mendengarkan secara aktif, bergantian, dan menyetujui atau tidak setuju dengan penuh rasa hormat.
- Alokasi: Mendelegasikan tugas dalam suatu kelompok.
- Kompromi: Memahami apa artinya berkompromi dan mempraktikkan cara melakukannya.
- Ketidaksepakatan: Resolusi konflik untuk menangani ketidaksepakatan secara konstruktif.
4. Perancah Pilihan Siswa
Suara dan pilihan siswa sangat penting dalam proses PBL. Namun, siswa muda akan memerlukan panduan langkah demi langkah untuk mengajukan pertanyaan, menemukan sumber daya, dan merencanakan proyek secara mandiri.
Untuk kelas awal, saya menetapkan pertanyaan pendorong dan menyediakan area untuk otonomi siswa dengan mengizinkan mereka memilih aspek tertentu dari topik yang ingin mereka jelajahi. Misalnya, ketika mempelajari tahap-tahap kehidupan salmon, setiap siswa kelas satu saya memilih satu tahap untuk diteliti secara mendalam. Saya memodelkan proses pengambilan keputusan ini dengan berpikir keras, mempertimbangkan minat saya sendiri, pengetahuan yang ada, dan apa yang ingin saya pelajari lebih lanjut.
Saat siswa memperoleh pengalaman dengan siklus PBL, saya meningkatkan peluang kepemilikan mereka. Misalnya, pada proyek kedua tahun ini, siswa kelas dua saya dapat menyarankan cara untuk melindungi penyerbuk lokal. Bersama-sama, kami menilai kelayakan, bahan yang dibutuhkan, dan peran untuk setiap siswa. Hal ini menghasilkan berbagai proyek akhir, mulai dari pertunjukan boneka informatif hingga menciptakan taman yang ramah bagi penyerbuk.
Pendekatan bertahap terhadap suara dan pilihan ini tidak hanya membangun kepercayaan diri pelajar muda tetapi juga memperkuat keterampilan mereka dalam mengelola dan melaksanakan proyek secara mandiri.
5. Gabungkan Bermain
Bermain sangat penting untuk kelas-kelas dasar dan merupakan alat yang ampuh dalam siklus PBL. Bagi pelajar muda yang mungkin sedang mengembangkan keterampilan literasi dasar, bermain dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka saat mereka terlibat dengan konten PBL.
Misalnya, setelah mempelajari tentang siklus hidup ikan salmon, siswa dapat memerankannya dengan mengenakan kostum buatan tangan, sehingga berbagai tahap kehidupan menjadi lebih nyata. Saat mempelajari tentang penyerbuk lokal, siswa dapat menggunakan model mainan atau boneka untuk meniru penyerbukan.
Saya juga menyiapkan materi-materi terkait PBL seperti kostum, model, boneka, dan boneka binatang selama waktu bebas memilih setiap hari, dan mengajak siswa bermain dengan konsep-konsep yang mereka temui dalam pelajaran terstruktur.
6. Refleksi sebagai sebuah kelompok
Refleksi kelompok merupakan bagian penting dari proses PBL, yang memungkinkan siswa untuk berbagi apa yang telah mereka pelajari, apa yang masih ingin mereka ketahui, dan apa yang dapat mereka ubah dari proyek mereka. Hal ini mengajarkan siswa bahwa belajar adalah sebuah proses, bukan sebuah produk.
Refleksi dan penilaian diri di kelas awal dapat dilakukan dengan sederhana, seperti lingkaran penutup setelah pelajaran konten atau SEL, di mana setiap siswa berbagi satu hal baru yang mereka pelajari. Siswa dapat memilih emoji yang mencerminkan pemahaman mereka terhadap konten baru atau mengacungkan jempol ke atas atau ke bawah tanpa suara di hati mereka untuk merenungkan tujuan SEL, seperti, “Hari ini saya menjadi pendengar aktif ketika anggota kelompok saya berbicara.”